Pages

Selasa, 21 Mei 2013

Hantaran Pernikahan
mukena yang dibentuk sehingga menyerupai ayam berparuh kuning.
bahan pembuatan kotak adalah kardus dan plastik mika...... insyaallah mudah cara pembuatan, murah biayanya, tetap indah dipandang mata


beberapa bingkisan hantaran yang terdiri dari:
- uang kasih sayang
- perlengkapan mandi
- seperangkat gaun
- seperangkat alat sholat
- satu set make up (bedak, dll)
- penganan dan buah

asyik punya mengerjakannya ....

Senin, 21 Januari 2013


“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al Baqarah:148).


Fastabiqul khairot

(berlomba-lomba dalam kebaikan)
Oleh Darnisah
Guna memotivasi diri sendiri dan orang lain, sering dengan kata fastabiqul khairat. Dengan harapan kita segera bangkit dan mengejar apa yang diharapkan. Berlomba-lomba dalam kebaikan diri dan orang lain baik dunia maupun akhirat. Kedua hal ini sebenarnya saling berkaitan sebab, bila kita beranggapan bahwa  dunia merupakan lahan  atau  ladangnya akhirat maka  sangat cukup beralasan memotivasi diri untuk melakukan kebaikan-kebaikan dunia dalam rangka fastabiqul khairot dan memetik hasilnya di akhirat kelak.
Dalam surat al Baqarah ayat 148 Allah menjelaskan “ Dan bagi tiap-tiap ummat ada qiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka  berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam rangka berbuat kebaikan ada Lima hal yang menjadi acuan dalam berfastabiqul khairot,
1.       Niat yang ikhlas karena Allah
Dalam sebuah hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang niat dalam bab niat, bahwa Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Sekecil apa pun amal yang akan dilakukan harus dimulai dengan niat  yang ikhlas hanya karena Allah, sebab menjadi penentu diterima atau tidaknya amal yang dilakukan adalah bersebab ikhlasnya niat.
2.       Bekerja dan beramal dalam koridor syar’i
Kadang terlintas dalam benak kita apakah amal yang kita lakukan sesuai dengan syariat? Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa jika kita mengada-adakan sesuatu amal yang tidak dicontohkan oleh Nabiyullah Muhammad saw, fahua Raddu (ia ditolak).  Maka kekahawatiran pun muncul, keharusan nyunnah menari-nari di atas kepala kita. Mestikah kita mengendarai kuda atau onta di kota Medan? Dimana kita harus mendapatkannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul menghantui dengan satu kekhawatiran apakah dengan naik angkot, mobil atau motor membuat kita tidak nyunnah. Sekali lagi, bahwa mengada-ada dalam masalah ibadah lah yang dikategorikan bid’ah, sementara urusan dunia adalah urusan pribadi dalam menyikapinya. Namun tetap dalam koridor syar’i.
Sesuatu yang diperbolehkan dan tidak sudah jelas Allah dan Rasul jelaskan, bahwa mencuri itu dosa, berzina itu dosa, mengumpat, mencaci maki juga dosa…..telah dijelaskan gamblang. Aturan main seperti inilah yang penulis sebut dalam koridor syar’i.
3.       Meyakini setiap amal akan mendapat ganjaran pahala dari Allah
Setiap niat baik itu dihitung satu pahala tapi satu niat buruk belum dihitung satu dosa. Setelah niat berubah menjadi amal maka amal baik akan dibalas pahala sebaliknya amal buruk diganjar dengan dosa setelah niat berubah menjadi amal. Pahala yang Allah janjikan juga dapat disesuaikan dengan waktu dan tempat pelaksanaan seperti amal yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan maka Allah akan gandakan berlipat, begitu juga amal yang dilaksanakan di tanah suci tatkala kita melaksanakan ibadah haji.
Jadi, jangan  pernah takut walau hanya berniat, apalagi segera melaksanakan amal yang telah diniatkan, seperti kata Bimbo dalam syair lagunya…….berbuat baik janganlah ditunda-tunda……….
4.       Seanantiasa meningkatkan amal dan ibadah
Setiap siswa yang berada di kelas sudah pasti ingin naik ke tingkat di atasnya. Bahkan program ekselarasi cukup menantang anak berperestasi sehingga dapat menjadi unggul setingkat di atas kemampuan rata-rata siswa di sekolah tersebut. Mengapa kita tidak menjadikan hal ini motivasi dalam meningkatkan amal? Perasaan cukup hanya sholat yang wajib saja tanpa berhasrat merambah ke sholat sunnah dan amalan lain seputar sholat. Rasanya tidak merupakan suatu peningkatan. Mempertahankan amal baik dan meningkatkannya merupakan salah satu ciri berfastabiqul khairot.
5.       Jangan terfokus kepada hasil melainkan pada usaha
Allah jelaskan dalam surat Ali Imran bahwa tidak dijadikan atau diciptakan sesuatu dengan sia-sia atau tanpa makna. Robbana ma khalaqta hadza bathila…(ali Imran : 191). Kita selalu beranggapan bahwa orientasi kerja adalah hasil sehingga apabila tidak sesuai target yang diharapkan kita segera berputus asa. Padahal Allah sangat melihat usaha. Bahkan orang yang telah berdarah dan syahid Allah katakan kekal di sisi Nya dan dimasukkan ke dalam Jannah. Bukankah tujuan kita adalah mendapatkan keridhoan Allah….so, mulailah kita memperbaiki upaya kita dan bukan beorientasi hasil. Sebab bila hanya berorintasi pada hasil maka kita dapat menghalalkan segala cara demi kepentingan kita. Bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul melihat usahamu…… dalam sebuah ayat al Qur’an
Saudara-saudaraku seiman dan seaqidah, Fastabiqul khairat yang sering kita lafaskan dan dengarkan, jangan sekedar dijadikan lips serve, atau pemoles bibir.
Ini sebuah kisah tentang seorang lelaki surga yang tak mau menunggu, ia menjadi yang terdepan dalam kebaikan. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memaparkan profil penghuni surga tanpa azab dan hisab mulai dari para nabi hingga Nabi Muhammad. Para sahabat sudah mulai kasak-kusuk, menduga-duga, gusar, bagaimanakah gerangan rupa istimewa tersebut?
Ketika itu Nabi bertanya kepada para sahabatnya, “Apa yang kalian bicarakan?”, maka setelah mereka memberitahukan, Sang Nabi pun bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan ruqyah, tidak meramal yang buruk-buruk dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal".
Tiba-tiba saja, seorang lelaki bangkit dan berkata, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”. Setelah itu, ada lagi lelaki yang bangkit, untuk kedua kalinya dengan permintaan yang sama, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”, Rasulullah menjawab, “Engkau sudah di dahului Ukasyah”.
Yah, pemuda yang pertama kali bangkit adalah Ukasyah bin Mihsan. Ukasyah tidak perlu menunggu untuk menjadi yang kedua. Karena keberaniannya pada kesempatan yang pertama, permohonannya di ‘amini’ oleh Rasulullah. Seperti api yang menyala-nyala, seperti itulah semangat Ukasyah yang hadir di awal, bukan di akhir. Inilah sahabat Rasulullah, mereka memiliki satu budaya yang sudah lama kita tinggalkan. Budaya fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.
Atau para shahabiyah ketika menerima perintah hijab,
“Mereka itu bergegas segera dalam meraih kebaikan, Dan merekalah orang-orang yang terdahulu memperolehnya," (Al. Mu’minun : 61).
Ketika turun ayat tentang hijab, tanpa membuang tempo, para shahabiyah langsung mengambil kain-kain mereka dan melilitkan ke seluruh tubuhnya. Para shahabiyah yang berada di pasar-pasar lantas tidak langsung pulang ke rumah. Mereka memilih untuk bersembunyi di balik batu-batu besar, menunggu malam yang sepi barulah mereka pulang ke rumah. Lagi-lagi Ini adalah bukti, bahwa sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang memiliki budaya fastabiqul khairat, budaya tak mau menunggu dan selalu kompetisi dalam ketaatan.
Wallahualam bishowwab.



Kamis, 13 Desember 2012

TRANSFORMASI NILAI AKHLAK DARI GURU SHOLEH DAN SHOLEHAH

Perbedaan paling mendasar antara muslim dan kafir terletak pada ketinggian akhlaknya. Bagi seorang muslim atau muslimah, akhlak merupakan buah keyakinan yang benar terhadap Islam (aqidah) karena dengan berislam yang benar maka ketinggian nilai-nilai akhlah dapat dicapai.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw (semoga kita memperoleh syafaatnya di Yaumil Akhir) mengatakan bahwa :
                “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
Dan hadits ini pun diperkuat Allah dengan Firman Nya dalam surat Al Baqarah ayat 151 yang artinya Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Demikianlah dapat dikatakan bahwa ketinggian akhlah langsung berasal dari sumber  Yang Maha Mulia yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada para manusia yang dimuliakannya pula yaitu Rasul-RasulNya.
Apakah kita tidak tertarik untuk memiliki ketinggian akhlak bagai para anbiya ?
Tugas dan Fungsi Guru
Menurut Drs.Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional bahwa tugas guru sebagai profesi meliputi Mendidik, mengajar dan Melatih.  Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan keterampilan pada siswa.
Sepertinya sangatlah sederhana tugas tersebut, karena hanya tiga poin penekanannya. Namun pada dasarnya aplikasi tugas dan fungsi tetap harus di up grade atau diperbaharui dari sumber sumber yang baik dan benar pula.
Misalnya dalam hal mendidik, bahwa nilai nilai hidup baik yang terkodifikasi seperti undang undang, Al Qur’an dan As Sunah serta peraturan lainnya yang tertulis, dapat dibaca kemudian difahami untuk segera diamalkan. Kita tidak dapat bertahan dengan kemandegan ilmu, monoton atau tidak bertambah alias jalan di tempat. Dengan keterbatasan kapasitas sangat layak bagi guru senantiasa belajar dan belajar terutama yang berkenaan dengan nilai nilai hidup, karena akan ditransformasikan kepada peserta didiknya. Begitu juga halnya dengan mengajar dan Melatih. Keduanya juga harus terus diperbaharui atau  di up date agar selalu tetap actual dan tidak kuno.

Sistem Akhlak
                Dalam  Islam, akhlak merupakan persoalan mendasar. Disebabkan karena benarnya keyakinan atau aqidah yang dianut. Akhlak dapat pula diumpamakan buah aqidah, karena semakin benar aqidah seseorang maka benar pula akhlahnya. Contoh terdahsyat yang ada di dunia ini adalah kepribadian Rasulullah saw yang menjadi sumber model yang wajib ditauladani, seperti dalam al Quran surat Al Ahzab ayat 21,
Yang artinya Telah ada pada diri Rasulullah teladan yang baik bagimu…..
Akhlak-akhlak baik Rasulullah bahkan terkodifikasi dalam sebuah peraturan yang bernama Sunnah, bahkan satu nilai pahala kebaikan bila kita melaksanakannya.
                Dalam Al Islam jilid 4 karangan Said Hawwa dikatakan bahwa Perbedaan asasi antara manusia dan binatang ialah, manusia diberi berbagai potensi, yang dengan potensinya itu, ia pantas menerima tugas. Dengan potensi yang Allah berikan sangatlah manusia tidak layak menolak tugas-tugas yang diberikan  karena dengan penolakan beban (taklif) yang harus diemban, maka Allah mencerca manusia dengan derajat posisi lebih buruk dari seekor hewan. Hal ini Allah jelaskan dalam surat Al A’raf 179, yang artinya Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan lebih sesat.
                Ketinggian penghambaan manusia sebagai wujud kebenaran keyakinan  yaitu dengan menegakkan kewajiban sebagai manusia, dalam hal ini saya bagi pada tiga hal, yaitu
1.       Akhlah kepada Allah
Yaitu wujud manifestasi penghambaan terhadap Allah dengan seluruh nilai nilai yang wajib bagi seorang muslim atau muslimah lakukan terhadap tuhannya, yaitu dengan melaksanakan seluruh kewajibanNya dan menjauhi laranganNya. Dengan demikian  ia telah penuhi hak tuhannya dan ia telah berakhlak pada tuhannya
2.       Akhlak kepada manusia.
Kewajiban yang harus dilakukan serta hak yang patut ia dapatkan dari manusia lainnya juga telah diatur sedemikian rupa  dari manusia ke manusia lainnya. Selaku makhluk social, manusia tidak dapat dipisahkan dari manusia lainnya. Terhadap  kedua orang tuanya, suami atau isterinya, kerabat, tetangga baik muslim atau non muslim.
3.       Akhlak kepada alam
Semua makhluk Allah dari mulai batu-batuan, jalan, binatang, orang-orang kafir yang berada di luar Negara Islam, jin, malaikat, ruh, alam ghaib, makanan, minuman dan seluruh yang ada di dunia ini, mempunyai hak masing-masing atas seorang muslim. Sehingga seorang muslim wajib atasnya memenuhi hak-hak tersebut.

Penutup
Sehinnga sangatlah memungkinkan bagi seorang guru yang memahami tugas dan fungsinya juga melaksanakan segala kewajiban yang dapat meninggikan akhlak mulianya bagi muslim dan muslimah untuk kemudian mentransformasi nilai-nilai akhlak ini kepada peserta didiknya, karena sang guru adalah yang digugu dan ditiru.


Maroji”
Al Islam karangan Said Hawwa
Menjadi Guru Profesional, Drs. Moh Uzer Usman

(oleh  Darnisah, S.Sos. disampaikan pada rapat Guru hari Selasa, 4 Desember 2012….Selamat Hari Guru)














MANAJEMEN WAKTU
(Refleksi surat al ‘Ashr dalam kehidupan )
Sebagai seorang Muslim, insyaallah hafal benar akan surat yang satu ini. Disamping singkat, mudah dihafal, bahkan dari mulai TK atau SD sudah digunakan dalam agenda harian di sekolah.  Sehingga seluruh siswa baik yang dapat membaca al qur’an atau tidak, hafal akan surat yang bernomor 103 dengan nama Al ‘Ashr.
Surat al ‘Ashr terdiri dari 3 ayat yang tergolong pada surat Makkiyah atau surat-surat yang turun di kota Mekah. Sebagaimana kita ketahui pula bahwa ayat-ayat yang turun di kota Mekah merupakan pokok-pokok ajaran Islam yang menyangkut pada pembentukan diri Rasulullah saw dan para sahabatnya sehingga hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja karena konsekwensinya begitu besar dalam kehidupan ummat Islam.
Arti bebas dari menejemen adalah mengatur, yang memiliki beberapa prinsip yaitu Planning, Organisation, Actuating dan Controlling.  Bahkan menjadi salah satu jurusan unggulan di Fakultas Ekonomi.
Cukupkah hanya sekedar mengetahui atau mempelajari tanpa mengaplikasikan apa yang diketahui ?  terutama yang berkaitan dengan Masa atau  waktu.
Benarkah Semua Manusia berada dalam Kerugian?
Apabila kita membaca surat al ‘Ashr hanya sampai pada ayat kedua kemudian tidak melanjutkan ayat berikutnya, maka benarlah bahwa manusia itu berada dalam kerugian. Sudah tentu kita tidak ingin tergolong dalam manusia yang rugi.
Dalam Al-Qur’an, Allah sering bersumpah. Allah bersumpah dengan benda-benda, misalnya Wasy Syamsi. Demi Matahari (QS. Al-Syams 1). Allah bersumpah dengan waktu, misalnya Wadh Dhuhâ. Demi waktu dhuha. Wallaili idzâ sajâ. Demi malam apabila mulai gelap (QS. Al-Dhuha 1-2). Allah juga bersumpah dengan jiwa: Wanafsiw wa mâ sawwâhâ. Demi jiwa dan yang menyempurna-kannya (QS. Al-Syams 7). Namun, Allah paling sering bersumpah dengan waktu: Lâ uqsimu bi yaumil qiyâmah. Kami bersumpah dengan hari kiamat. (QS. Al-Qiyamah  1), Wallaili idzâ yaghsyâ, wannahâri idzâ tajallâ. Demi malam apabila gelap dan demi siang apabila terang benderang (QS. Al-Lail  1-2). Dalam surat Al-’Ashr ini Allah bersumpah dengan waktu: Wal-’Ashr.
Menurut Ibnu Katsir, surat Al-’Ashr merupakan surat yang sangat populer di kalangan para sahabat. Setiap kali para sahabat mengakhiri suatu pertemuan, mereka menutupnya dengan surat Al-’Ashr.
Imam Syafi’I dan juga Tafsir Mizan menyatakan bahwa walaupun surat Al-’Ashr pendek, tapi ia menghimpun hampir seluruh isi Al-Qur’an. Kalau Al-Qur’an tidak diturunkan seluruhnya dan yang turun itu hanya surat Al-’Ashr saja, maka itu sudah cukup untuk menjadi pedoman umat manusia.
Surat ini diawali dengan kata Wal-’Ashr, demi masa (Rasulullah). Masa Rasulullah dianggap seluruh mazhab sebagai masa yang paling penting. Dikarenakan masa itu ialah ‘Ashrut tasyri’ (masa ditetapkannya syari’at), masa diturunkannya Al-Qur’an, dan masa dikembangkannya agama Islam. Selanjutnya Thabathaba’i menyatakan, “Inilah masa terbitnya Islam di tengah-tengah masyarakat manusia dan masa munculnya kebenaran di atas kebatilan.”
Kesimpulannya, dari surat yang pendek ini Allah mengajarkan kepada kita bahwa kita berada pada tingkat yang rendah atau dalam kerugian apabila kita tidak mengembangkan diri kita dengan iman dan amal saleh. Masyarakat kita juga menjadi masyarakat yang rendah bila kita tidak menegakkan Al-Haq dan Ash-Shabr di tengah-tengah masyarakat kita.
Ayat kedua menyebutkan Innal insãna lafi khusr yang artinya: sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kata insan, menurut Muthahhari, mengandung penafsir-an bahwa di dalam manusia itu ada dua sifat, yaitu sifat Hayawaniyah dan sifat Insaniyah (sifat-sifat kebinatangan dan sifat-sifat kemanusiaan). Manusia dalam sifat kebinatangannya sama dengan binatang yang lain, misalnya ingin makan, minum, menghindari hal yang menyakitkan, dan ingin memperoleh kenikmatan dalam hidup. Muthahhari membedakan antara istilah kenikmatan dan kebahagiaan (pleasure dan happiness). Binatang itu tidak pernah memiliki happiness, tetapi memiliki pleasure. Dari segi ini, kita pun sama halnya dengan binatang. Kalau Anda makan yang enak, Anda belum tentu bahagia, tetapi pasti Anda memperoleh pleasure (kenikmatan). Tapi misalnya jika Anda adalah seorang suami yang pergi jauh merantau dan pulang ke tanah air setelah sekian tahun, ketika Anda turun dari pesawat ke lapangan terbang, di seberang sana Anda melihat isteri dan anak Anda. Anda akan berlari dan mencium anak isteri Anda. Saat itu Anda bukan hanya merasakan pleasure, tetapi juga happiness.
Tetapi manusia harus belajar untuk mengembangkan sifat-sifat kemanusiaannya. Ia harus meningkatkan dirinya dari sifat hayawaniyah kepada sifat insaniyah. Ketika Allah menyatakan innal insãna lafi khusr, maksudnya ialah bahwa manusia itu berbeda dengan binatang yang bisa memperoleh kebinatangannya tanpa melalui proses usaha. Manusia berada dalam kerugian, karena kita harus mengembangkan sifat-sifat kemanusia-an, dengan keinginan kita sendiri.
Kemudian yang dapat meningkatkan nilai insaniyah kita adalah a’mãlush shãlihat (amal saleh). Jadi nilai  seorang manusia itu diukur dari iman dan amal salehnya. Dalam Al-Qur’an dinyatakan: Wa likullin darajâtum mim mâ ‘amilû. Untuk setiap orang, derajat yang sesuai dengan amalnya (QS Al- An’am 132).
Menurut Muthahhari, amal saleh itu memiliki dua ciri. Pertama, ciri asli. Sesuatu disebut amal saleh karena memang pada zatnya sudah merupakan amal saleh. Misalnya shalat, zakat, dan berbuat baik kepada orang lain. Kedua, ciri amal saleh diukur berdasarkan hubungan dengan pelakunya. Sedangkan tawã shaubil haq wa tawã shaubish shabr (Al-’Ashr 3), adalah dua perilaku yang mengembangkan manusia secara sosial.
Nilai suatu masyarakat juga diukur dari iman dan amal saleh. Masyarakat yang rendah adalah masyarakat yang tidak beriman dan tidak beramal saleh atau masyarakat barbar, masyarakat biadab.
Menurut surat Al-’Ashr ini, kita punya kewajiban bukan hanya mengembangkan sifat insaniyah kita, tetapi juga kewajiban untuk mengembangkan masyarakat insaniyah atau masyarakat yang memiliki sifat kemanusiaan
Dengan memenej seluruh waktu dalam kehidupan dengan tidak melupakan prinsip-prinsip dari menejemen maka kita berharap kita tidak termasuk kepada golongan orang yang merugi.
Planning, dalam merencanakan kegiatan-kegiatan adalah keniscayaan bagi setiap manusia. Bahkan kita sulit menjaga keteraturan kerja bila tidak memiliki perencanaan terlebih dahulu. Contoh kecil dalam kehidupan kita sebagai guru TK adalah sebuah Perencanaan mengajar. Kerap sekali tanpa perencanaan mengajar kita akan kesulitan menhelola kelas esok harinya
Organization adalah mengatur, yaitu menetapkan skala prioritas waktu sehingga kita dapat menempatkan mana yang paling penting dan tidak
Actuating adalah menjalankan yaitu sebagai ciri manusia hidup adalah bergerak sehingga jika kita tidak melakukan tindakan apa-apa maka kita tak akan mendapatkan apa-apa. Seluruh aktivitas yang dilaksanakan haruslah penuh dengan amal kebajikan karena manusia yang baik apabila seluruh amalnya bermanfaat (al hadits)
Controlling sebagai bentuk evaluasi yang juga tidak boleh diabaikan. Mengevaluasi segala amal dalam sebuah muhasabah adalah juga mengevaluasi segala perencanaan yang telah dibuat. Berhasil atau tidak atau sebagai tolak ukur perlu dibenahi atau tidak sebab sebaiknya hari esok lebih baik dari hari ini (al hadits)
Penutup
Kesimpulannya, dari surat yang pendek ini Allah mengajarkan kepada kita bahwa kita berada pada tingkat yang rendah atau dalam kerugian apabila kita tidak mengembangkan diri kita dengan iman dan amal saleh. Masyarakat kita juga menjadi masyarakat yang rendah bila kita tidak menegakkan Al-Haq dan Ash-Shabr di tengah-tengah masyarakat kita.
Sebagai seorang Muslim yang mengimani seluruh isi Al Quranul karim, berarti harus menjadikan al Qur’an sumber dalam beramal dan beribadah
Rujukan,
-          TAFSIR SURAT AL-’ASHR Menurut MURTADHA MUTHAHHARI Dalam DURUS FIL QUR’ANIL KARIM Posted on by kajianislam
-          Kajian tentang menejemen disampaikan pada rapat guru hari selasa, 12-12-12



Sabtu, 02 Juli 2011

pelatihan gratis dari webmedia ditanggapi secara antusias oleh guru-guru. walau sebenarnya jumlah guru tk tak sebanyak jumlah peserta....
lain kali kita buat yang lebih besar lagi ya....geratis lagi nggak ya
 
Copyright (c) 2010 RA BUNAYYA II. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.